Friday, 6 March 2015

KEREB

         Yang dimaksud dengan kereb adalah penonjolan atau peninggian tepi perkerasan atau bahu jalan, yang terutama dimaksudkan untuk keperluan-keperluan drainase, mencegah ketegasan tepi perkerasan.
Pada umumnya kereb digunakan pada jalan-jalan di daerah perkotaan, sedangkan untuk jalan-jalan antar kota kereb hanya dipergunakan jika jalan tersebut direncanakan untuk lalu lintas dengan kecepatan tinggi atau apabila melintasi perkampungan.
          Berdasarkan fungsi dari kereb, maka kereb dapat dibedakan atas :
·        Kereb peninggi (mountable curb), adalah kereb yang direncanakan agar dapat didaki kendaraan, biasanya terdapat di tempat parkir di pinggir jalan/jalur lalu lintas. Untuk kemudahan didaki oleh kendaraan maka kereb harus mempunyai bentuk permukaan lengkung yang baika. Tingginya berkisar antara 10 – 15 cm.
·        Kereb penghalang (barrier curb), adalah kereb yang direncanakan untuk menghalangi atau mencegah kendaraan meninggalkan  jalur lalu lintas, terutama di median, trotoar, pada jalan-jalan tanpa pagar pengaman. Tingginya berkisar antara 25-30 cm.
·        Kereb berparit (gutter curb), adalah kereb yang direncanakan untuk membentuk sistem drainase perkerasan jalan. Kereb ini dianjurkan pada jalan yang memerlukan sistem drainase perkerasan lebih baik. Pada jalan lurus diletakkan di tepi luar dari perkerasan, sedangkan pada tikungan diletakkan pada tepi dalam.

Tingginya berkisar antara 10-20 cm 

SALURAN SAMPING JALAN

          Saluran samping terutama berguna untuk :
·        Mengalirkan air dari permukaan jalan ataupun dari bagian luar jalan
·        Menjaga supaya konstruksi jalan selalu bearda dalam keadaan kering tidak terendam air
Umumnya bentuk saluran samping trapesium, atau empat persegi panjang. Untuk daerah perkotaan, dimana daerah pembebasan jalan sudah sangat terbatas, maka saluran samping dapat dibuat empat persegi panjang dari konstruksi beton dan ditempatkan di bawah trotoar. Sedangkan di daerah pendalaman dimana pembebasan jalan bukan menjadi masalah, saluran samping umumnya dibuat berbentuk trapesium. Dinding saluran dapat dengan mempergunakan pasangan batu kali, atau tanah asli. Lebar dasar saluran disesuaikan dengan besarnya debit yang diperkirakan akan mengalir pada saluran tersebut, minimum sebesar 30 cm.


Landai dasar saluran biasanya dibuatkan mengikuti kelandaian dari jalan. Tetapi pada kelandaian jalan yang cukup besar, dan saluran hanya terbuat dari tanah asli, kelandaian dasar saluran tidak lagi mengikuti kelandaian jalan. Hal ini untuk mencegah pengkikisan oleh aliran air. Kelandaian dasar saluran dibatasi sesuai dengan material dasar saluran. Jika terjadi perbedaan yang cukup besar antara kelandaian dasar saluran dan kelandaian jalan, maka perlu dibuatkan terasering.

Talud untuk saluran samping yang berbentuk trapesium dan tidak diperkeras adalah 2H:1V, atau sesuai dengan kemiringan yang memberikan kestabilan lereng yang aman. Untuk saluran samping yang mempergunakan pasangan batu, talud dapat dibuat 1.1.

MEDIAN JALAN

      Pada arus lalu lintas yang tinggi seringkali dibutuhkan median guna memisahkan arus lalu lintas yang berlawanan arah.Jadi median adalah jalur yang terletak ditengah jalan untuk membagi jalan dalam masing – masing arah.


Secara garis besar median berfungsi sebagai:
1.     Menyediakan daerah netral yang cukup lebar dimana pengemudi masih dapat mengontrol kendaraannya pada saat-saat darurat.
2.     Menyediakan jarak yang cukup untuk membatasi / mengurangi kesilauan terhadap lampu besar dari kendaraan yang berlawanan arah.
3.     Menambah rasa kelegahan, kenyamanan dan keindahan bagi setiap pengemudi.
4.     mengamankan kebebasan samping dari masing-masing arah arus lalu-lintas.

Untuk memenuhi keperluan-kperluan tersebut diatas, maka median serta batas-batasnya harus nyata oleh setiap mata pengemudi baik pada siang hari maupun pada malam hari serta segala cuaca dan keadaan.Lebar median berfariasi antara 1,0-12 meter.

Median dengan lebar sampai 5 meter sebaiknya ditinggikan dengan kereb atau dilengkapi dengan pembatas agar tidak dilanggar kendaraan. Semakin lebar median semakin baik bagi lalu lintas tetapi semakin mahal biaya yang dibutuhkan.Jadi biaya yang tersedia dan fungsi jalan sangat menentukan lebar yang dipergunakan.

Jalur tepian median
          Disamping median terdapat apa yang dinamakan jalur tepian median, yaitu jalur yang terletak berdampingan dengan median (pada ketinggian yang sama dengan perkerasan). Jalur tepian median ini berfungsi untuk mengamankan kebebasan samping dari arua lalu lintas.

          Lebar jalur tepian median dapat bervariasi antara 0.25 – 0,75 meter dan dibatasi dengan marka berupa garis putih menerus. 

TROTOAR (Jalur Pejalan Kaki / Side Walk)


Trotoar adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas yang khusus dipergunakan untuk pejalan kaki (pedestrian).Untuk keamanan pejalan kaki maka trotoar ini harus dibuat terpisah dai jalur lalu lintas oleh struktur fisik berupa Kereb.
Perlu atau tidaknya trotoar disediakan sangat tergantung dari volume pedestrian dan volume lalu lintas pemakai jalan tersebut.


Lebar trotoar

Lebar trotoar yang dibutuhkan ditentukan oleh volume pejalan kaki yang diinginkan, dan fungsi jalan. Untuk itu lebar 1,5 – 3,0 m merupakan nilai yang umum digunakan.

BAHU JALAN

     Bahu jalan adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas yang berfunsi sebagai:
1.     ruangan untuk tempat berhenti sementara kendaraan yang mogok atau yang sekedar berhenti karena mengemudi ingin berorientasi mengenai jurusan yang akan ditempuh, atau untuk beristirahat.
2.     ruangan untuk menghindarkan diri dari saat-saat darurat, sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan.
3.     memberikan kelegaan pada pengemudi, dengan demikian dapat meningkatkan kapasitas jalan yang bersangkutan.
4.     ruangan pembantu pada waktu mengadakan pekerjaan perbaikan atau pemeliharaan jalan (untuk tempat penempatan alat-alat,dan penimbunan bahan matrial)
5.     memberikan sokongan pada konstruksi perkerasan jalan dari arah samping.
6.     ruangan untuk lintasan kendaraan-kendaraan patroli,ambulans, yang sangat dibutuhkan pada keadaan darurat seperti terjadinya kecelakaan.


Jenis bahu
Berdasarkan tipe perkerasannya, bahu jalan dapat dibedakan atas :

1.     Bahu yang tidak diperkeras, yaitu yang hanya dibuat dari matrial perkerasan jalan tanpa bahan pengikat,biasanya digunakan matrial agregat bercampur sedikit lempung,dipergunakan untuk daaerah-daerah yang tidak begitu penting,dimana kendaraan yang berhenti dan mempergunakan bahu atidak begitu banyak jumlahnya.
2.     Bahu yang tidak diperkeras, yaitu bahu yang dibuat dengan mempergunakan bahan pengikat sehingga lapisan tersebut lebih kedap air dibandingkan dengan bahu yang tidak diperkeras, bahu ini dipergunakan untuk jalan-jalan dimana kendaraan yang akan berhenti dan memakai bagian tersebut besar jumlahnya, seperti disepanjang tol,disepanjang jalan arteri yang melintasi kota, dan tikungan –tikungan yang tajam.
Dilihat dari letaknya bahu terhadap arah arus lalu lintas, maka bahu jalan dapt dibedakan atas:
1.     Bahu kiri/bahu luar (left shoulder/outershoulder), adalah bahu yang terletak ditepi sebelah kiri jalur lalu lintas.
2.     Bahu kanan/bahu dalam  (right/inner shoulder), adalah bahu yang terletak ditepi sebelah kanan dari jalur lalu lintas.

Lebar bahu jalan
Besar lebar bahu jalan sanagt dipengaruhi oleh:
1.fungsi jalan
Jalan arteri direncanakan untuk kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan jalan local.Dengan demikian jalan arteri membutuhkan kebeasan samping, keamanan,dan kenyamanan yang lebih besar, atau menuntut lebar bahu yang lebih lebar dari jalan local.

2.Volume lalu lintas
Volume lalu lintas yang tinggi membutuhkan lebar bahu nyang lebih lebar dibandingkan dengan volume lalu lintas yang lebih rendah.

3.Keghiatan disekitar kegiatan jalan
Jalan yang melintasi daerah perkotaan, pasar, sekolah, membutuhkan lebar bahu jalan yang lebih lebar daripada jaln yang melintasi daerah rural, karenaa bahu jalan tersebut akan dipergunakan pula sebagai tempat parker dan pejalan kaki.

4.Ada atau tidaknya trotoar

5.Biaya yang tersedia sehubungan dengan biaya pembebasan tanah, dan biaya untuk konstruksi.
Lebar bahu jalan dengan demikian dapat bervariasi anatara 0,5-2,5m.

Lereng melintang bahu jalan
Berfungsi atau tidaknya lereng melintang perkerasan jalan untuk menglirkan air hujan yang jatuh di atasnya sangat ditentukan oleh kemiringan melintang bagian samping jalur perkerasan itu sendiri,yaitu kemiringan melintang bahu jalan.kemiringan bahu jalan yang tidak baik ditambah pula dengan bahu dari jenis tidak diperkeras akan menyebabkan air hujan akan merembes masuk  kelapisan perkerasan jalan.Hal ini dapat mengakibatkan turunnya daya dukung lapisan perkerasan, lepasnya ikatan antara agregat dan aspal yang akhirnya dapat memperpendek umur pelayanan jalan.
Guna keperluan tersebut, haruslah dibuat kemiringan melintang bahu jalan yan sebesar-besarnya tetapi masih aman dan nyaman bagi pengemudi kendaraan. Kemiringan melintang bahu lebih besar dari kemiringan melintang jalur perkerasan jalan. Kemiringan melintang bahu dapat bervaariasi sampai dengan 6%, tergantung dari jenis permukaan bahu, intensitas hujan, dan kemungkinan penggunaan bahu jalan.

Pada tikungan yang tajam,kemiringan melintang jalur perkerasan juga ditentukan dari kebutuhan akan keseimbangan gaya akibat gaya sentrifugal yang bekerja.    Besar dan kemiringan melintang bahu haarus juga disesuaikan demi keamanan pemakai jalan dan fungsi drainase itu sendiri.Perubahan kelandaian antara kemiringan melintang perkerasan jalan dan bahu (roll over) maksimum 8%.

JALUR LALU LINTAS

JALUR LALU LINTAS

Jalur lalu lintas (traveled way = carriage way) adalah keseluruhan bagian perkerasan jalan yang diperuntukan untuk lalau lintas kendaraan. Jalur lalu lintas terdiri dari beberapa lajur (lane) kendaraan. Lajur kendaraan yaitu bagian dari jalur lalau lintas yang khusus diperuntukan untuk dilewati oleh satu rangkaian kendaraan beroda empat atau lebih dalam satu arah. Jadi jumlah lajur minimal untuk jalan 2 arah adalah 2 dan pada umumnya disebut sebagai jalan 2 lajur 2 arah. Jalur lalu lintas untuk 1 arah minimal terdiri dari 1 lajur lalau lintas.

 

 Lebar lajur lalu lintas
Lebar lajur lalau lintas merupakan bagian yang paling menentukan lebar melintang jalan secara keseluruhan. Besarnya lebar lajur lalu lintas hanya dapat ditentukan dengan pengamatan langsung di lapangan  karena:
a.     Lintasan kendaraan yang satu tidak mungkin dapat diikuti oleh lintasan kendaraan dengan tepat’
b.     Lajur lalu lintas tak mungkin tepat sama dengan lebar kendaraan maksimun. Untuk keamanan dan kenyamanan setiap pengemudi membutuhkan ruang gerak antara kendaraan.
c.      Lintasan kendaraan tak mungkin dibuat tetap sejajar sumbu lajur lalu lintas, karena kendaraan selama bergerak akan mengalami gaya-gaya samping seperti tidak ratanya permukaan, gaya sentrifugal ditikungan,dan gaya angin akibat kendaraan lain yang menyiap.

Lebar kendaraan penumpang pada umumnya bervariasi antara 1,5 m – 1,75m.Bina Marga mengambil lebar kendaraan rencana untuk mobil penumpang adalah 1,7 m,dan 2,50 m untuk kendaraan rencana truck/bis/ semi trailer .Lebar lajur lalu lintas merupakan lebar kendaraan ditambah dengan ruang bebas antara kendaraan yang besarnya sangaat ditentukan oleh keamanan dan kenyamanan yang diharapkan. Jalan yang  dipergunakan untuk lalu lintas dengan kecepatan tinggi, membutuhkan ruang bebas untuk menyiap dan bergerak yang lebih besar dibandingkan dengan jalanuntuk kecepatan rendah.
Pada jalan local (kecepatan rendah)nlebar jalan minimum 5,50 m(2 x 2,75) cukup memadai untuk jalan 2 lajur dengan 2 arah. Dengan pertimbangan biaya yang tersedia , lebar 5 m pun masih diperkenankan. Jalan arteri yang direncanakan untuk kecepatan tinggi , mempunyai lebar lajur lalu lintas lebih besar dari 3,25 m, sebaiknya 3,5 m.

Jumlah lajur lalu lintas
Banyaknya lajur yang dibutuhkan sangat tergantung dari volume lalu lintas yang akan memekai jalan tersebut dan tingkat pelayanan jalan yang diharapkan.

Kemiringan melintang jalur lalu lintas dijalan lurus diperuntukan terutama untuk kebutuhan drainase jalan. Air yang jatuh diatas pemukaan jalan supaya cepat dialirkan ke saluran-saluran pembuangan. Kemiringan melintang bervariasi antara 2% - 4 % untuk jenis lapisan permukaan dengan mempergunakan bahan pengikat seperti aspal atau semen. Semakin kedap lapisan tersebut, semakin kecil kemiringan melintang yang dapat dipergunakan.
Sedangkan untuk jalan dengan lapisan permukaan belum mempergunakan bahan pengikat seperti jalan berkerikikl, kemiringan melintang dibuat sebesar 5 %.

Kemiringan melintang jalur lalu lintas ditikukngan dibuat untuk kebutuhan keseimbangan gaya sentrifugal yang bekerja, disamping kebutuhan akan drainase. Besarnya kemiringan melintang yang dibutuhkan pad ditikungan.

Wednesday, 4 March 2015

WATERPASS

Tujuan

1.    Mahasiswa mampu mengukur dan menghitung besarnya sudut dan jarakmenggunakan alat ukur waterpass dengan cepat dan benar

2.    Mahasiswa mampu melakukan pengukuran sudut dengan waterpass, dan pengukuran jarak dengan metoda sipat datar dengan cepat dan benar

3.    Mahasiswa mampu mencatat data hasil pengukuran/ pembacaan alat kedalam catatan lapang dengan benar

4.    Mahasiswa mampu menghitung data hasil pengukuran dengan cepat dan benar

Peralatan yang digunakan

1.    Waterpass, fungsinya sebagai alat pengukur beda tinggi dan sudut.

2.    Rambu ukur, fungsinya sebagai titik patokan dalam pengukuranmengguanakan waterpass.

3.    Unting-unting, fungsinya sebagai penunjuk tegak atau tidaknya alat yangdidirikan.

4.    Patok, fungsinya sebagai ciri atau tanda suatu tempat dan penunjuk arahutara.

5.    Tripod (kaki tiga), fungsinya sebagai penegak atau mendirikan alatwaterpass yang disimpan diatas tripod (kaki tiga).

6.    Meteran, fungsinya sebagai alat untuk mengukur panjang, dengan posisitegak lurus.

7.    Nivo, fungsinya sebagai penunjuk sumbu vertical dalam keadaan tegakatau tidak. Didalam nivo terdapat gelembung yang harus diatur beradaditengah. Agar hasil bidikan benar-benar tegak.

8.    Formulir pengukuran jarak dan sudut, untuk mengisi data hasil pengukuran

9.    Alat tulis, untuk mencatat data hasil pengukuran di lembar formulir pengukuran jarak dan sudut

Pelaksanaan Praktikum

1.    Mahasiswa membuat sketsa pengukuran pada lembar survey

2.    Lokasi pengukuran terhadap arah utara kompas

3.    Titik I, A dan B serta arah pengukuran dan sudut horizontal

4.    Alat ukur sipat datar didirikan di atas titik I oleh praktikan A dan siapdibidikkan (sudah tepat di atas titik dengan bantuan unting-unting/centering dan sesuai ketentuan alat)

5.    Rambu ditempatkan di titik I oleh praktikan B, penempatan rambuharus tegak dapat dibantu dengan nivo

6.    Teropong alat sipat datar diarahkan pada rambu ukur dan benangvertikal diafragma ditepatkan pada tengah-tengah rambu dengan pertolongan sekrup penggerak halus horisontal

7.    Skala pada rambu ukur (BA, BB, dan BT) dibaca dan dicatat padalembar survey

8.    Jarak antara waterpass dengan rambu ukur diukur denganmenggunakan meteran

Point 1

Dilakukan kembali untuk bidikan 21.4.3

1.    Prosedur Pengukuran Sudut

2.    Alat ukur sipat datar didirikan di atas titik I oleh praktikan A dan siapdibidikkan (sudah tepat di atas titik dengan bantuan unting-unting/centering dan sesuai ketentuan alat)

3.    Rambu ditempatkan di titik I oleh praktikan B, penempatan rambuharus tegak dapat dibantu dengan nivo

4.    Teropong alat sipat datar diarahkan pada rambu ukur dan benangvertikal diafragma ditepatkan pada tengah-tengah rambu dengan pertolongan sekrup penggerak halus horizontal

5.    Bacaan skala horizontal pada waterpass dibaca dan dicatat pada lembar survey (bacaan 1)

6.    Teropong diputar searah jarum jam dan diarahkan ke target di titik bidi2 dengan cara yang sama seperti point 3. Skala lingkaran horizontaldibaca dan dicatat (bacaan 2)

Sudut antara dua titik dapat dihitung denganSudut 1-2 = bacaan 2 bacaan 17. Sudut dalam dan sudut luar dihitung


PRINSIP TACHYMETRI

Keadaan lapangan dibagi dua:
1.    Lapangan mendatar
2.    Lapangan miring

AD. 1. LAPANGAN MENDATAR
Garis bidik mendatar sejajar lapangan (lihat gambar 2)





Selain beberapa benang silang tengah, diafragma trnasit atau teodolit untuk takimetri mempunyai dua benang horizontal tambahan yang ditempatkan sama jauhnya dari benang tengah seperti pada Gambar.2. interval antara benang-benang stadia itu kebanyakan pada instrument diberikan perpotongan vertical 1 meter pada rambu yang dipasang sejauh 100 meter (atau 1 meter pada jarak 100 meter) . jadi jarak ke rambu yang dibagi secara decimal dalam meter, persepuluh dan perseratusan dapat langsung dibaca sampai meter terdekat. Ini sudah cukup saksama untuk menentukan lokasi detail-detail topografik sungai,jembatan dan jalan, yang akan digambarkan pada peta dengan sekala 1:100 atau sekala lebih besar 1:50.

Metode takimetri didasarkan pada prinsip bahwa pada segitiga-segitiga yang sebangun, sisi yang sepihak adalah sebanding. Pada gambar.2 .menggambarkan teropong pumpunan-luar, berkas sinar dari titik A dan B melewati pusat lensa membentuk sepasang segitiga sebangun AmB dan amb. Di sini AB=R adalah perpotongan rambu(interval stadia) dan ab adalah selang antara benag-benang stadia.
Simbol-simbol baku yang dipakai dalam pengukuran takimetri dan definisnya adalah sebagai berikut:
F= jarak pumpun lensa(sebuah tetapan untuk gabungan lensa obyektif terttentu) dapat ditentukan dengan pumpunan pada obyek yang jauh dan mengukur jarak antara pusat lensa obyek(sebenarnya adalah titik simpul dengan diafragma( jarak pumpun = focal length)
F1= jarak bayangan atau jarak dari pusat (sebenarnya titik simpul) lensa obyektif ke bidang benang silang sewaktu teropong terpumpun pada titik tertentu.
F2= jarak opbyektif atau jarak dari pusat (sebenarnya adalah titik simpul) dengan diafragma titik tertentu sewaktu teropong terpumpun pada titik itu. Bila f2 takterhingga, atau amat besar,f1=f
I= selang antara benang-benang stadia (ab pada gambar 2)
f/i= factor pengali, biasanya 100 (stadia interval vaktor),biasanya 100
c= jarak dari pusat lensa instrument (sumbu I) ke pusat lensa obyektif. Harga c sedikit beragam sewaktu lensa obyektif bergerak masuk atau keluar untuk panjang bidikan berbeda,tetapo biasanya dianggap tetapan.
C= c+f.c disebut tetapan stadia,walaupun sedikit berubah karena c
d= jarak dari titik pumpun didepan teropong ke rambu
D= C+d+jarak dari pusat instrument ke permukaan rambu
Dari segitiga-segitiga sebangun pada gambar.2

                                                             d/f = R/t atau d = R (f/i)
Dan
D=R ( f/i ) +C

     Benang- benang silang jarak optis tetap pada transit. Teodolit,alat sipat datar dan dengan cermat diatur letaknya oleh pabrik instrument agar factor pengali f/I sama dengan 100. Tetapan stadia C berkisar dari kira-kira 0,75 sampai 1,25 untuk teropong-teropong pumpunan luar yang berbeda, tetapi biasnya dianggap sama 1 meter. Satu-satunya variabel diruas kanan persamaan adalah R yaitu perpotongan benang-benang stadia. Pada gambar 15-1. Bila perpotongan R adalah 4.27 ft, jarak dari instrument ke rambu adalah 427+1=428 ft.

     Yang telah dijelaskan adalah teropong pumpunan luar jenis lama, karena dengan gambar sederhana dapat ditunjukkan hubungan-hubungan dengan benar. Lensa obyektif teropong pumpunan dalam ( jenis yang sekarang dipakai pada instrument ukur tanah) mempunyai kedudukanterpasnag tetap sedangkan lensa pumpunan negative dapat digerakkan antara lesa obyektif dan bidang benang silang untuk mengubah arah berkas sinar. Hasilnya, tetapan stadia menjadi demikian kecil sehingga dapat dianggap nol.

     Benang stadia yang menghilang dulu dipakai pada beberapa instrument lama untuk menghindari kekacauan dengan benang tengah horizontal. Diafragma dari kaca yang modrn dibuat dengan garis-garis stadia pendek dan benang tengah yang penuh [lihat gambar 10-6] memberikan hasil yang sama secara lebih berhasil guna.


Untuk menentukan factor pengali, perpotongan rambu R dibaca untuk bidikan horizontal berjarak diketahui sebesar D. kemudian, pada bentuk lain persamaan (15.1). factor pengali adalah f/I = (D-C)R. sebagai contoh, pada jarak 300.0 ft, interval rambu terbaca 3.01. harga-harga untuk f dan c terukur sebesar 0.65 dan 0.45 ft berturut-turut,karenanya C = 1.1 ft. kemudian, f/I =(300.0-1.1)/3.01=99.3. ketelitian dalam menetukan f/I meningkat dengan mengambil harga pukul rata dari beberapa garis yang jaraknya terukur berkisar dari kira-kira 100 sampai 500 m dengan kenaikan tiap kali 100 meter.

PENGUKURAN POLYGON DENGAN THEODOLIT

Polygon harus dimulai dan diakhiri pada titik yang tertentu,karena titik awal yang tentu digunakan untuk mencari koordinat-koordinat titik berikutnya,sedangkan titik akhir dengan titik awal digunakan untuk penelitian atau melakukan koreksi polygon.

     Pada polygon yang diukur dengan theodolit diperlukan pula jurusan yang tentu pada titik awal polygon yang akan digunakan untuk menentukan sust-sudut jurusan semua sisi polygon. Pada titik akhir diperlukan pula jurusan tertentu yang bersama dengan jurusan tertentu pada titik awal polygon akan digunakan untuk meneliti jurusan-jurusan dan sudut-sudut yang diuikur.

     Yang diukur pada polygon dengan mempergunakan theodolit adalah : semua sudut yang ada pada titik polygon antara kedua sisi polygon yang bertemu di titik-titik tersebut dan jarak antara titik-titik polygon.









DASAR TEORI PEMETAAN.

     Pengukuran topografi dimaksudkan agar dapat diperoleh suatu peta yang dapat digunakan untuk perencanaan sistem proyek yang akan dikembangkan.

     Pengukuran topografi ini dimulai dengan pembuatan polygon dan dilanjutkan dengan pengukuran detail. Pembuatan poolygon dimaksudkan untuk mengetahui batas wilayah lahan yang dipetakan juga sekaligus mengetahui tinggi titk tertentu pada batas lahan tersebut. Dengan mengaitkan salah satu titik-titik dari permukaan laut dapat diketahui.


     Pengukuran detail dilakukan didalam daerah yang dipetakan. Pengukuran detail ini dimaksudkan untuk mengetahui ketinggian tempat-tempat tertentu dalam petak sehingga akan memudahkan dalam pembuatan garis kontur pada peta. 

PENDAHULUAN

ILMU UKUR TANAH

Ilmu Ukur tanah adalah ilmu yang mempelajari cara-cara pengukuran di permukaan bumi dan dibawah tanah untuk berbagai keperluan seperti pemetakan dan penentuan posisi
relatif pada daerah yang relatif sempit sehingga unsur kelengkungan permukaan bumi
dapat diabaikan.

Tujuan, cakupan, lingkup dan wahana untuk penyajiannya berbeda-beda, oleh karena itu
pengetahuan mengenai surveying dapat digolongkan dalam beberapa bidang studi,
yaitu :
             a.    Survei geodesi, meliputi penentuan bentuk dan ukuran bumi, medan grafitasi dan
pembuatan jaringan kontrol pemetakan. Aktifitasnya dikembangkan hingga
beberapa hal tentang astronomi dan penentuan posisi dengan satelit.

             b.    Survei permukaan tanah datar, meliputi pengukuran dalam area terbatas
sehingga efek lengkungan permukaan bumi dapat diabaikan dan perhitungannya
dapat langsung direferensikan pada bidang datar.

            c.    Survei topografi, pemetaan permukaan bumi, fisik, dan kenampakan hasil
budaya manusia. Unsur relief di sajikan dalam garis kontur. Skala peta
antara 1:500-1:2500 dengan interval garis kontur antara 0,25-100 m. Peta
jenis ini yang berskala lebih besar dari 1:2500 disebut peta tehnik, dan yang
tanpa garis kontur disebut plan.

            d.    Survei kadaster, adalah pengukuran untuk menentukan posisi batas-batas
pemilik tanah, pemetaan bidang-bidang tanah untuk pendaftaran hak atas
tanah, dan untuk kepastian hukum pemilik tanah (setifikat tanah), serta
pemetaan untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

             e.    Survei rekayasa, mencakup pemetaan topografi skala besar sebagai dasar
dari perencanaan dan desain rekayasa seperti jalan, jembatan, bangunan
gedung, jalan layang, bendungan dan lain-lain.

             f.    Survei tambang, mencakup tehnik-tehnik khusus yang diperlukan untuk
menentukan posisi dan gambar proyeksi objek, baik di bawah tanah (dalam
tambang bawah tanah) maupun di permukaan bumi (tambang terbuka).

             g.    Survei hidrografi, berkaitan dengan areal permukaan dan bawah air, terdiri dari
dua cabang, yaitu survei lepas pantai dan survei dekat pantai.

             h.    Survei fotogrametri, meliputi aspek-aspek pengukuran dan pemetaan dari foto
udara dan foto teristris (darat), tehnik pengindraan jauh dan interpretasi foto.
Subjeknya meliputi : perencanaan, aspek fisik fotografi, peralatan, perpaduan
sistem, analog dan analitis, pengindraan jauh, foto interpretasi, dan holografi.

              i.      Survei radargrametri, subjeknya sama dengan fotogrametri, yang berbeda
hanya panjang gelombang yang digunakaan dan sensornya. Pada radar
grametri menggunaakan gelombang mikro dengan sensor aktif.

JENIS – JENIS PETA.

Jenis-jenis peta dapat di diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal sebagai berikut :
a. Atas dasar pengukurannya
• Peta teristris
• Peta Fotogrametris
• Peta radargrametris
• Peta vidiografis
• Peta satelit
b. Atas dasar skala peta
• Peta skala kecil ( < 1 : 250.000 )
• Peta skala menengah ( 1 : 50.000 – 1 : 250.000 )
• Peta skala besar ( 1 : 5.000 – 1 : 50.000 )
• Peta sangat besar / peta teknik ( > 1 : 1 : 5.000 )
c. Atas dasar isinya
• Peta umum ( topografi )
• Peta khusus ( tematik )
d. Atas dasar penyajiannya
• Peta garis, adalah peta yang penyajiannya dalam bentuk garis dan
simbol-simbol tertentu
• Peta foto, adalah peta yang penyajiannya dalam bentuk foto yang telah
direktifikasi sehingga skalanya seragam dan dilengkapi dengan garis
kontur.
• Peta digital, adalah peta dalam bentuk data digital, baik dalam bentuk
data vektor, raster atau kombinasi keduanya. Hasil cetakan dari peta
digital pada dasarnya adalah peta garis, apabila datanya dalam
bentuk vektor, ataupun peta foto jika datanya dalam bentuk foto atau
citra.
e. Atas dasar hirarkhinya
• Peta manuskrip
• Peta dasar
• Peta induk
• Peta turunan.

SKALA PETA

Ukuran suatu titik di permukaan bumi tidak mungkin sama besar dengan ukuran titik
tersebut di peta. Perbandingan antara ukuran di permukaan bumi dan ukuran di peta
disebut skala peta.
Slaka peta dapat dinyatakan dalam beberapa cara, antara lain :
             a)    Angka perbandingan, misal 1 : 1.000.000 menyatakan 1 cm di peta sama dengan
1.000.000 cm di permukaan bumi.
             b)    Perbandingan nilai, misal 1 cm untuk 15 km
             c)    Skala bar atau skala garis, garis digambarkan dalam peta dibagi-bagi dalam
interval yang sama, setiap interval menyatakan besaran panjang yang tertentu.
Pada ujung yang lain, biasanya dibagi-bagi lagi menjadi bagian yang lebih kecil
dengan tujuan agar pembaca peta dapat mengukur panjang lebih teliti.

PROSES PEMETAKAN TERISTRIS

Pemetakan teristris adalah proses pemetakan yang pengukurannya langsung dilakukan
di permukaan bumi dengan peralatan tertentu. Teknik pemetakan mengalami
perkembangan sesuai denga perkembangan ilmu dan teknologi.
Dengan perkembangan peralatan ukur tanah secara elektronik, maka proses pengukuran
menjadi semakin cepat dengan ketelitian yang tinggi, dan dengan dukungan komputer
langkah dan proses perhitungan menjadi semakin mudah dan cepat serta
penggambarannya dapat dilakukan secara otomatis.
Demikian pula dengan wahana, mempunyai kelebihan dan kekurangannya masingmasing.
Sehingga pemilihannya sangat tergantung dari tujuan pemetakan, tingkat
kerincian obyek yang harus disajikan, serta cakupan wilayah yang akan dipetakan.
Adapun pemetakan secara teristrus dapat digambarkan seperti :

·         pemetakan teristris
·         pengukuran lapangan
·         perhitungan data ( X,Y,Z)
·         penggambaran
kerangka peta
detail 
PETA
Metode / teori
Peralatan
macam ukuran 
jenis ukuran
tingkat ketelitian